Sunday, November 6, 2011

Caping Gunung : Lagu jawa legendaris yang penuh pesan moral

Mentari terik bukan alasan mengeluh. Burung pencuri biji bukan alasan mengumpat. Tinggallah seorang diri, hening, terbelai tangan-tangan halus sang bayu. Sambil mendendangkan ini lagu…

Dhek jaman berjuang
Njuk kelingan anak lanang
Biyen tak openi
Ning saiki ana ngendi


Jarene wis menang
Keturutan sing digadang
Biyen ninggal janji
Ning saiki apa lali


Ning gunung
Tak jadongi sega jagung
Yen mendung
Tak silihi caping gunung


Sukur bisa nyawang
Gunung desa dadi reja
Dene ora ilang
Gone padha lara lapa


yang artinya:

Ketika masa perjuangan
Ku teringat putraku
Dulu aku rawat
Namun sekarang entah di mana

Katanya sudah merdeka
Terpenuhi apa yang diinginkan
Dulu dia berjanji
Namun sekarang apakah alpa

Di gunung
Kubekali nasi jagung
Kalau mendung
Kupinjami caping gunung

Syukurlah jika dia bisa melihat
Kini gunung desa makin ramai
Hingga takkan hilang
Kenangan dulu ketika susah Lirik lagu Caping Gunung, ciptaan Alm.Gesang



Konon lagu ini oleh pengarangnya (Alm. Gesang) merupakan sebuah kritikan sekaligus kegelisahaan orang desa terhadap ketidak adilan penguasa yang melupakan orang desa/pedesaan. Pada zaman perjuangan kemerdekaan, orang desa sangat mendukung dan membantu para pejuang yang bergerilya melawan penjajah dengan segala yang orang desa punya ( makanan, tempat tinggal, pakaian bahkan anak gadisnya ) diserahkan dengan iklas demi cita-cita luhur Indonesia merdeka. Namun, setelah merdeka, kehidupan orang desa tetap sengsara, tetap miskin, termarginalkan dan janji tinggal janji (dalam syair: biyen nate janji, ning saiki opo lali..)
Pada masa kini, tembang Caping Gunung Masih relevan dengan kondisi orang desa (wong cilik) yang hanya menjadi obyek kekuasaan…..kehidupan orang desa makin miskin, pengangguran di desa semakin tinggi, orang desa berbondong-bondong mencari kehidupan di kota-kota besar karena pembangunan tidak menyentuh ke desa-desa, banyak anak pada putus sekolah karena biaya pendidikan semakin tinggi semakin tidak terjangkau oleh anak-anak desa,para petani semakin termarginalkan, seperti berjuang sendiri mencukupi kehidupannya, tidak ada lagi anak lanang yang digadang-gadang bisa membantu seperti masa berjuang dulu..seperti masa-masa kampanye politik dulu, janji-janji manis yang meninabobokan orang desa akan masa depan yang cerah, setelah duduk disinggasana kekuasaan semua pada lupa. Biyen nate janji, ning saiki opo lali….

5 comments: